Telaga Madirdo merupakan danau
kecil yang airnya bersumber dari mata air di lereng Gunung Lawu. Telaga
tersebut menjadi tumpuan kehidupan warga karena airnya yang tak pernah surut
meski musim kemarau dan tak pernah penuh di saat musim penghujan. Desa Berjo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, disanalah telaga ini terhampar.
Jarak telaga ini dari Balai Desa Berjo sekitar 4 kilometer dan dapat ditempuh
dengan cukup mudah.
Telaga ini memiliki potensi yang
layak untuk di kembangkan menjadi obyek wisata unggulan bagi Desa Berjo
sebagaimana yang diimpikan warga Berjo pada umumnya. Telaga Madirdo sebenarnya
cukup di kenal oleh wisatawan yang memasuki Desa Berjo terutama wisatawan yang
mencoba memperlajari keanekaragaman potensi wisata yang ada di Kabupaten
Karanganyar,
Hal itu dikarenakan telaga ini
termasuk dalam jalur Golden Tracking Sukuh-Grojogan Sewu. Dimana keberadaanya
sangat berdekatan dengan berbagai obyek wisata seperti situs Watu Bonang, Situs Planggatan, Candi Sukuh dan Grojogan Sewu.
Dengan posisinya yang demikian,
masyarakat meyakini telaga ini bisa dikembangkan menjadi obyek wisata andalan.
Bukan tidak mungkin akan seterkenal Telaga Sarangan di Magetan Jawa Timur.
Dengan posisinya itu bahkan telaga ini bisa menjadi gerbang utama untuk menuju
berbagai kawasan obyek wisata di Kabupaten Karanganyar.
ASAL MUASAL
Pada suatu masa, ada seorang resi
bernama Gutama, sakti mandraguna, memiliki kesaktian yang luar biasa, tinggal
di Pertapaan Agrastina. Dengan kesaktianya, Resi Gutama memilki jasa yang besar
dengan membantu para dewa menyelamatkan kahyangan ketika dalam bahaya.
Untuk membalas jasa – jasanya
tersebut Bathara Guru memberikan sang resi hadiah seorang bidadari bernama Dewi
Indradi (Windrad) untuk dipersunting menjadi Istrinya.
Dewi Indradi merupakan Dewi yang
sebenarnya menyukai Bathara Surya (Dewa Matahari) dan pernah menjalin sebuah
kisah. Pada suatu saat, Dewa Surya
memberikan hadiah kepada Dewi Indradi berupa sebuah mustika yang bernama Cupu
Manik Astagina.
Cupu adalah suatu wadah berbentuk
bundar kecil terbuat dari kayu atau logam, sedang manik adalah permata. Cupuk
Manik Astagina memilki kemampuan untuk menunjukkan atau memperlihatkan tempat –
tempat di dunia tanpa harus mendatanginya.
Karena atas jasa besar Sang Resi
dan permintaan dari Bathara Guru, Dewi Indardi tidak mampu menolak untuk dijadikan hadiah bagi sang Resi.
Singkat cerita Sang Resi dan Dewi
Indradi akhirnya menikah dan dikaruniai
tiga orang anak. Anak pertama bernama Anjani, anak kedua bernama Guwarsi, dan
anak ketiga bernama Guwarsa (Guwarsi dan Guwarsa merupakan anak kembar).
Suatu ketika, Dewi Indradi
memberikan Cupu Manik Astagina kepada Anjani. Ini membuat iri dua saudaranya,
Guwarsi dan Guwarsa. Ketiga bersaudara ini pun bertengkar memperebutkannya.
Keributan ini lalu didengar oleh ayah mereka.
Resi Gutama lalu bertanya kepada
Dewi Indradi, darimana dia memperoleh cupu itu. Resi Gutama sebenarnya
mengetahui kalau cupu itu adalah benda kahyangan milik Batara Surya yang
bernama Cupumanik Astagina.
Sementara Dewi Indradi yang telah
dipesan oleh Batara Surya untuk merahasiakan pemberiannya, dengan menahan
ketakutan hanya diam dan tak mau menjawab. Resi Gutama kemudian marah karena
merasa dikhianati dan mengutuk istrinya menjadi tugu. Ia lalu melemparkan tugu
tersebut sejauh-jauhnya, sampai jatuh di perbatasan Kerajaan Alengka.
Meskipun kehilangan ibu, ketiga
anak Gotama tetap saja memperebutkan Cupu Astagina. Gotama pun membuang benda
itu jauh-jauh tanpa sepengetahuan siapa pun. Cupu Astagina jatuh di sebuah
tanah kosong dan berubah menjadi telaga yang dikenal dengan sebutan Telaga
Madirdo.
Guwarsi dan Guwarsa begitu sampai
di dekat telaga itu segera menceburkan diri karena mengira cupu yang mereka
cari jatuh ke dalamnya. Seketika itu juga wujud keduanya berubah menjadi wanara
atau kera. Sementara itu Anjani yang baru tiba merasa kepanasan. Ia pun mencuci
muka menggunakan air telaga tersebut. Akibatnya, wajah dan lengannya berubah
menjadi wajah dan lengan kera.
Atas petunjuk ayah mereka, ketiga
bersaudara tersebut menyucikan diri dan bertapa ditempat yang berbeda. Guwarsi
dan Guwarsa yang telah berganti nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing
bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Sedang Anjani bertapa di Telaga
Madirda, bertapa nyantolo atau
berendam seperti katak.
Kutukan kepada Anjani akan
berakhir setelah dia melahirkan seorang anak titisan Siwa. Dengan pertapaannya
yang sunguh-sungguh, akhirnya Siwa mengabulkannya. Siwa memberikan makanan yang
diterbangkan Bathara Bayu (Dewa Angin) kepada Anjani. Kemudian, Anjani memakan
makanan tersebut, lalu lahirlah seorang wanara berwarna putih (kera putih) yang
diberi nama Hanuman.
Hanoman dan dua pamannya, Subali
dan Sugriwa, merupakan tokoh-tokoh penting dalam epos Ramayana. Hanoman dan
Sugriwa yang membantu Rama mencari Sita dan mengalahkan Rahwana. Sedang Subali,
adalah guru dari Rahwana (Dasamuka).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar